Ngobrolin AI: Magi By Google + Gemini x Bing By Microsoft + GPT
Jauh sebelum kehadiran ChatGPT, DeepMind Technologies sempat menghebohkan dunia dengan program "AlphaGO" mereka yang saat itu mampu mengalahkan top player dunia dalam permainan "GO". Buat kalian yang mungkin nggak tahu, GO tuh salah satu permainan tradisional China yang mengedepankan strategi. Ilustrasi permainannya kurang lebih seperti gambar dibawah ini:
Dan ini terjadi ditahun 2016, atau selang 2 tahun setelah Google mengakuisisi perusahaan ini dan mengubahnya menjadi Google DeepMind. Artinya, Google pun udah cukup lama sebetulnya terjun dalam pengembangan AI. Lantas kenapa mereka justru kalah start sama ChatGPT? Bukan kalah start sebetulnya, tapi menurut beberapa sumber yang saya baca, banyak petinggi Google yang kemudian menyarankan agar pengembangan ini di beri jeda. Kenapa begitu? mereka khawatir kalau-kalau AI yang mereka kembangkan ini justru disalahgunakan dan makin "sulit untuk dikendalikan". Karena kemungkinan terburuk yang bisa terjadi, andaikata AI yang mereka kembangkan ini hampir-hampir nggak bisa dikendalikan adalah bisa jadi dimasa yang akan datang, AI justru jadi sebuah "pandemi baru" yang mampu "membinasakan" kita umat manusia. Bayangkan, berapa banyak peran dan tugas manusia yang akan mulai tergantikan dengan kehadiran AI?
Nggak usah jauh-jauh. Sebelum kehadiran AI, hampir semua perusahaan mempekerjakan customer support untuk membalas semua pesan yang masuk, right? hari ini, semua itu bisa dihandle sama AI. For example, kita tinggal nyewa Chatbase atau tools sejenis untuk ditraining agar mampu membalas semua chat yang masuk. Di Indonesia mungkin belum, but who knows 2-3 tahun mendatang?
Nggak heran kalau kemudian, Sam Altman CEO dari OpenAI sampe perlu ngunjungin berbagai negara termasuk Indonesia. Hanya untuk ngasih tahu pemerintah, bahwa kedepan mereka perlu membuat sebuah lembaga baru untuk mengawasi pengembangan AI. Badan AI Nasional, kita mungkin akan sering denger nama itu dalam beberapa tahun kedepan.
Kembali ke DeepMind, bulan lalu, Google kembali bikin heboh dengan memperkenalkan Gemini. LLMs yang mereka kembangkan untuk menyeimbangkan ekosistem AI yang saat ini masih dikuasai Microsoft melalui ChatGPT-nya. Buat kalian yang sering make atau bahkan sudah berlangganan ChatGPT versi Plus. Kalian pasti udah nggak asing lagi sama istilah GPT-3.5 atau GPT-4. Dan tanpa perlu saya jelasin ulang pun, saya yakin kalian udah pada tahu apa perbedaannya. Di Gemini, istilah GPT-4 dst diberi nama Gecko, Otter, Bison dan yang terbaru yakni Unicorn. Saya sendiri nggak tahu Unicorn tuh setara dengan GPT-4 atau justru lebih pinter dari GPT-4.
FYI, GPT-4 yang ada saat ini punya 1 Triliun parameter, atau 6 kali lebih besar dari GPT3.5 yang hanya punya 175 miliar parameter. Dan rasa-rasanya Google punya resource yang lebih dari cukup untuk ngembangin LLMs dengan parameter yang lebih besar. Lantas gimana degan pemain lain dalam skala yag lebih kecil? Kita ambil contoh Oobabooga. Oobabooga tuh salah satu open source LLMs yang bisa kalian install sendiri asalkan punya resource yang mumpuni. Untuk model LLaMA-7B aja kalian butuh minimal 24GB VRAM, kalau mau runningnya bener-bener smooth. Bayangin berapa gede VRAM yang kita butuhin untuk running GPT3.5 dengan 175B parameters.
Yang jelas, banyak dari mutual friends saya di twitter yang masih terus ngediskusiin hal ini. Nggak hanya soal Gemini-nya tapi juga soal peoject lain yang pernah disinggung Google, yakni Magi.
Yap, as you know Google pun punya project lain yang namanya Magi. Nggak tau sih, Magi ini nantinya bakal berdiri sendiri dan jadi search engine baru atau di integrasiin sama Google Search yang ada sekarang. Yang jelas, banyak yang berspekulasi kalau Gemini-lah yang nantinya akan jadi "kekuatan penggerak"nya si Magi. Just like, Bing + GPT.
Dan kalau hal ini kemudian betul-betul terlaksana, artinya akan ada pengaruh yang cukup signifikan bagi blog-blog atau website-website yang saat ini masih mengandalkan Google untuk mendatangkan organic traffic ke halaman mereka. Yap, akan ada habit atau kebiasaan browsing yang juga berubah. Saat ini, kita mungkin masih akan mengklik hasil pencarian teratas dari informasi yang kita butuhkan. Namun beberapa tahun kedepan, bisa jadi link website kita hanya akan berada di daftar referensi paling bawah, yang kemungkinan besar nggak akan di klik orang sama sekali.
Kebayang nggak sih, gimana nasib orang-orang yang saat ini masih menggantungkan hidupnya dari jasa seo, jasa backlink, jasa artikel, publisher iklan, dan lain seterusnya. Terlebih setelah baru-baru ini Google kembali mengumumkan bahwa context sebuah artikel jauh lebih penting dari pada panjang kata yang ada diartikel tersebut. Artinya, artikel 10.000 kata yang biasa kita sebut sebagai artikel pilar mungkin akan kalah "posisi" dengan artikel 500 kata yang contextnya sesuai, dan pembahasannya nggak muter-muter dan dianggap paling relevan sama Google.
Wow, betapa resistennya kita kalau sampai detik ini kita masih enggan nerima kehadiran AI dan masih pake patokan lama dengan nulis artikel sepanjang-panjangnya. Of course, ini cuma pendapat pribadi saya yang sifatnya subjektif, but pendapat inipun rasa-rasanya nggak akan saya tulis tanpa lebih dulu ngebaca berbagai fakta dan kemungkinan yang bisa aja terjadi.
Ada yang mau nambahin? just leave your comments :)
teknologi AI sekarang sedang naik2nya.... banyak manfaatnya
BalasHapus